Tapacik di Pangka

ERIZAL
Tak ada lagi kapal menuju Padang Satu, M. Luthfi Munzir, (Singgalang, 4/7). Artinya, anak muda yang sekitar dua tahun lalu mengepalkan tangannya dan tersenyum, karam di tengah laut politik nan keras. Ini soal idealisme anak muda pula, katanya. Andre Rosiade memang lain.
Ia bisa saja maju, tapi sebagai wakil. Ia hanya mau jadi wakil Mahyeldi. Kalau tidak, ia maju sebagai walikota. Tapi, tak ada kapal yang mau memberangkatkannya. Ia sudah terlambat. Semua tawaran sudah ditolaknya sejak pagi. Dikira memegang pucuk, nyatanya hanya angin.
Emzalmi-lah yang tapacik di pangka. Andre merasa ditinggalkan PKS, (Singgalang, 3/7). Fadli Zon, konon, marah-marah. Ia mendesak Andre tetap maju, meski bukan wakil Mahyeldi.
Contohnya Prabowo, tetap mau maju mendampingi Megawati, meski telah tahu akan kalah
juga.
Apalagi bersama pasangannya, Andre belum tahu kalah. Elektabilitas tertinggi baru 30-an persen. Tingkat konsistensi pemilih masih di bawah 50 persen. Artinya, segala sesuatu masih bisa terjadi. Di Padang Panjang saja elektabilitas Edwin nyaris 60 persen akhirnya tumbang juga.
Ini soal panggung, karena politik itu sendiri adalah panggung. Andre ingin mengalihkan ke pilgub Sumbar 2015 saja. Ide, taktik, atau strategi apa pula itu? Di panggung pilwako saja tak naik, apalagi pilgub Sumbar. Andre memang lain dan keras. Sekeras rencananya dua tahun lalu.
Merasa dizalimi, lalu tidak maju, apa gunanya? Katanya, orang akan mengingatnya terus. Dalam politik, itu mustahil! Seminggu lagi orang juga akan lupa. Ini bukan negeri dogeng dalam cengkeraman masalah besar, lalu menunggu pria berkuda putih sambil mengacungkan pedangnya.
Tapi, bagaimanapun juga, Andre adalah contoh dari tokoh yang mengerti dengan seluk-beluk atau kurenah politik pemilihan langsung. Meski tak jadi maju, tapi itu lebih karena pilihan politiknya sendiri. Jadi, bukan Dikki Syarfin kedua yang menghilang tak tahu lagi rimbanya kini.
Banyak tokoh yang tak mengerti kurenah politik pemilihan langsung, tapi nekat saja maju tanpa perhitungan. Modalnya selain uang, adalah ambisi dan gemik dari sejumlah keluarga dan teman dekatnya. Akhirnya, jangankan menang, di sekitar halaman rumahnya saja, ia tak dipilih.
Andre memulai dari nol hingga potensi elektabilitas, bila digabung sebagai walikota dan wakil mencapai 30-an persen. Ini bukan angka yang main-main. Kepercayaan publik begitu luas dan besar terhadap apa yang diusungnya. Apalagi, konsultan politiknya hanya dirinya sendiri.
Banyak mungkin yang meragukan publikasi hasil survei InCoSt tanggal 2 April lalu. Di mana, jarak antara Andre dan Mahyeldi hanya sekitar 2 persen saja. Sampai-sampai ada seorang kawan yang kebetulan tim sukses kandidat lain, menelepon serius minta dipulikasikan juga hasil survei yang kandidatnya menang. Saya katakan, saya bukan penjual integritas. Saya juga penulis.
Lalu, calon mana yang akan mengambil segmen pemilih Andre nantinya? Sebelum khotbah jumat dimulai, saya sempatkan me-SMS Andre.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *